Jl. AUP No. 3 Pasar Minggu,
Jakarta Selatan 12520,
Provinsi DKI Jakarta

(021) 7824 669

ID EN
Logo

Kementerian Pertanian

Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan

7

Pupuk Nano dan Masa Depan Pertanian Indonesia

Cepat dan pasti teknologi nano dalam mendisrupsi teknologi produksi pupuk konvensional yang ada. Argumennya dipicu oleh  harga pupuk tidak terkendali yang berimplikasi terhadap daya beli petani terhadap pupuk, sehingga dosis pupuk tanaman yang diaplikasikan petani cenderung makin rendah, atau bahkan mungkin tidak dipupuk sama sekali. Jika dalam jangka panjang, masalah ketersediaan (available), akses (accessible), dan keterjangkauan (affordable) pupuk di tingkat petani akan menyebabkan target pemerintah menyediakan pupuk dalam enam tepat jumlah, jenis, harga, tempat, waktu dan mutu akan memicu penurunan produktivitas pertanian nasional. Terganggunya produksi nasional akan berdampak pada mahalnya harga pangan di tingkat konsumen. Sejarah membuktikan bahwa kejatuhan rezim orde lama dan orde baru salah satunya dipicu oleh kenaikan harga pangan di tingkat konsumen. Pertanyaan fundamentalnya, adalah solusi teknologi saat ini agar ketersediaan pupuk di tingkat petani dapat dimitigasi dampaknya. Penerapan teknologi nano merupakan pilihannya. 




Perkembangan Teknologi Pupuk Nano


Perkembangan teknologi pupuk nano terkini (state of the art) pupuk nano di dunia sudah sampai takaran komersialisasi, sejalan dengan kemajuan teknologi dan perubahan lingkungan strategis baik global maupun regional. Indonesia melalui Pupuk Indonesia (PI) sebagai Badan Usaha Milik Negara di bidang pupuk, Badan Riset Innovasi Nasional (BRIN),  Kementerian terkait, civil society harus mengambil peran signifikan, agar teknologi produksi pupuk nano dapat mengikuti dinamika kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tidak tergilas/terdisrupsi kemajuan jaman. India misalnya, sudah melakukan pemasaran pupuk nano urea. Sonic Essentials branded products saat ini sudah dipasarkan secara komersial dan semakin meluas di Australia, Thailand and South Africa dan dalam waktu dekat akan memasuki pasar Malaysia, Sri Lanka, Pakistan dan sebagian besar Timur Tengah. Artinya pupuk nano sudah implemented secara komersial dan bukan wacana teoritis semata. Kita juga mencatat Pupuk Indonesia melalui Pupuk Sriwijaya saat ini sedang dan terus melakukan pengembangan pupuk nano berupa: (a) Urea Nanohybrid Hydroxyapatite (Urea HA) ?dan (b) Nano Rock Phosphate (RP)?. Urea Nanohybrid Hydroxyapatite. Saat ini kemajuan yang berhasil dicapai adalah produksi skala laboratorium dan karakterisasi produk yang dihasilkan. Hasil karakteristisasi lebih detail Urea-HA,? selanjutnya akan dilakukan pengujian sifat slow-release Urea-HA? dan pengujian efektivitas Urea-HA pada tanaman?. Adapun P dalam rock-phosphate berbentuk mineral merupakan unsur  yang lambat larut, sehingga usaha yang dilakukan adalah me-nano-kan ukuran mineral RP (proses mekanik) agar kelarutan dan kadar P2O5 meningkat. Tahapan pengujian yang dilakukan antara lain  sebagai berikut:?


RP di-nano-kan secara fisik menggunakan Planetary Ball Mill ?


Ukuran partikel?


Pengujian kelarutan nano-RP dalam asam sitrat?


Analisa P Total di RP dan nano RP (in progress)?


Hasil penelitian sementara menunjukkan terdapat peningkatan kelarutan nano P dibandingkan RP biasa sebesar 66,6%. Mengapa demikian, secara teoritis hal itu terjadi karena luar permukaan kontak partikel 1 nano sebesar 100.000.000, sementara 1 mikron luas bidang kontaknya 100.000, sedangkan untuk 1 mm luas kontaknya 100. Kelarutan yang tinggi diikuti peningkatan kecepatan reaksi. Sebagai gambaran Urea, Badan Penelitian dan Pembangunan Pertanian telah berhasil memproduksi pupuk nano Silika, sehingga sangat bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan padi terhadap serangan organisme pengganggu tanaman.   


Kelebihan pupuk nano dibandingkan pupuk konvensional lainnya antara lain: penghantaran nutrisi melalui mekanisme terkontrol/lepas lambat >>> penghantaran jangka panjang 40-50 hari (konvensional 4-10 hari).  Jumlah nutrisi yang dibutuhkan lebih sedikit. Akumulasi pada tanah dapat dikurangi. Pelepasan nutrisi dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan misal dengan biosensor. Ketersediaan hara dipastikan meningkat karena ukuran kecil, luas permukaan besar, sehingga reaktivitas tinggi. Peningkatan efisiensi penggunaan pupuk nano yang tinggi akan menyebabkan kebutuhan pupuk tanaman dapat direduksi secara signifikan, sehingga secara langsung maupun tidak langsung dapat merespon masalah melambungnya harga bahan baku dan pupuk impor yang saat ini terus melambung. Migrasi pupuk nano yang lebih aktif dan cepat akibat kelarutan dalam air yang tinggi, mendorong distribusi bahan pencemar lebih luas, sehingga harus ada pengendalian. Untuk itu penggunaan pupuk nano harus dengan dosis yang optimal, agar tidak menimbulkan pencemaran tubuh air (water body) dan tanah semakin tinggi. Beberapa kelebihan pupuk nano lainnya dibandingkan pupuk konvensional antara lain: (a) kelarutan hara tinggi, fiksasi hara oleh partikel tanah rendah, peningkatan ketersediaan biologis hara dan serapan nutrien (b) efisiensi serapan hara pupuk nano lebih tinggi (50-70%) (c) mode release haranya dapat dikontrol melalui kapsulasi maupun coating (d) durasi release hara yang mensuplai tanah lebih lama mencapai 50 hari dibandingkan pupuk konvensional (e) laju kehilangan hara ke dalam tanah melalui pencucian (leaching) akibat formulasi nano struktur. Potensi teknologi nano untuk keperluan pertanian perlu terus dikembangkan lebih luas agar terjadi efisiensi dan produktivitas yang signifikan dan diikuti keberlanjutan pembangunan pertanian. Sementara itu Badan Riset Inovasi Nasional telah berhasil mengembangkan pupuk nano makro dan mikro, antara lain Zink Oksida (ZnO), Silika Oksida (SiO2), Tembaga Oksida (CuO), Magnesium Oksida (MgO), Mangan Oksida (MnO) dan kitosan, Ferioksida (Fe2O3). Teknologi produksi nano partikel juga sudah berkembang mulai ball mill, Physical Vapour Synthesis (PVS) sampai teknologi buble nano. Keberhasilan pengembangan pupuk nano dan aplikasi teknologi nano pada sektor pertanian dalam arti luas akan mendorong terjadinya revolusi industri  pertanian yang dapat meningkatkan produksi pertanian dengan cara modern, efisien, produktif dan berkelanjutan. 




Pemerintah Perlu Memberikan Atensi Khusus


Pemerintah melalui Kementerian BUMN menugaskan Pupuk Indonesia melalui Indonesian Fertillizer Research Institute (IFRI) mensinergikan para pihak seperti BRIN, Perguruan Tinggi, Badan Litbang Pertanian untuk membahas potensi kerjasama produksi pupuk nano baik yang tunggal maupun majemuk, karena fihak BRIN menyatakan bahwa mampu memproduksi pupuk nano, tetapi tidak memiliki kapasitas dan pengalaman untuk sosialisasi dan pemasaran di lapangan. 


Pimpinan Pupuk Indonesia perlu menetapkan program pengembangan pupuk nano sebagai salah satu program utama, agar teknologi produksi pupuk eksisting tidak terdisrupsi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bergerak sangat cepat. Selanjutnya Pupuk Indonesia melalui IFRI perlu lebih proaktif melakukan konsolidasi internal dan eksternal untuk memanfaatkan teknologi nano yang dihasilkan anak bangsa melalui kerjasama mutual benefit dengan para pihak seperti dengan BRIN untuk memproduksi Zink Oksida (ZnO), Silika Oksida (SiO2), Tembaga Oksida (CuO), Magnesium Oksida (MgO), Mangan Oksida (MnO), Ferioksida (Fe2O3), kitosan dan material nano lainnya sebagai bahan pupuk secara ekonomis, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (nano silika) dan instansi lain yang sudah menghasilkan pupuk nano. IFRI dapat memfasilitasi masalah diseminasi maupun produksi serta pemasarannya


Pengembangan Mesin Nanobubble dapat dikembangkan untuk mengikat gas nitrogen dari udara yang berpotensi bisa untuk menggantikan pupuk urea yang diproduksi secara konvensional. Artinya, teknologi produksi dan biaya produksi pupuk urea PI dapat ditekan, sehingga daya saing produksi pertanian nasional dapat ditingkatkan. Hal yang sama berarti pabrik pupuk urea cepat dan pasti akan mengalami disrupsi. Pupuk Indonesia perlu terus mengembangkan teknologi nano sampai mencapai tingkat keekonomiannya melalui kerjasama dengan lembaga penelitian dalam negeri maupun luar negeri, termasuk mengirim staf untuk magang dan belajar langsung, agar kemampuan produksi pupuk nano PI dapat dimasalkan, sehingga menjadi pemain pupuk nano dunia, sebagaimana PI menjadi pemain urea dan amoniak kelas dunia. Pupuk Indonesia  beserta para pemangku kepentingan perlu melakukan mitigasi agar masalah cemaran lingkungan dapat dilakukan lebih dini, dan efisiensi penggunaan sumberdaya bahan pupuk dan pupuk dapat dioptimalkan. Pengembangan teknologi costing, control slow release dapat diakselerasi agar produksi pupuk nano dalam volume masal tidak menimbulkan masalah baru di sektor pertanian. Pengembangan teknologi nano harus terus diperluas dan diintensifkan antara lain dalam: pengolahan hasil pertanian seperti penyimpanan jus buah, akselerasi pertumbuhan tanaman dan ketahanan terhadap penyakit, pengembangan pestisida, peningkatan produktivitas ayam telur. Peluang ini memungkinkan PI menjadi raksasa pertanian dunia, karena semua berada dalam cakupan dan bidang kerjanya. Agar produk nano semakin berkembang di tanah air dan Indonesia tidak sekadar menjadi pasar produk nano, melainkan menjadi produsen utama produk nano, maka pemerintah perlu memberikan atensi khusus melalui fasilitasi dan kemudahan bagi industri yang mengembangkan teknologi nano, agar terjadi lompatan produktivitas yang signifikan, sehingga Indonesia mampu memenangkan kompetisi di kancah global.


Oleh: Marwanti, SP (PMHP Ahli Muda, Ditjen Tanaman Pangan)

WhatsApp


Email


Jam Pelayanan

Hari Kerja
08:00 s/d 16:00