SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) SOLUSI BUDIDAYA PADI SEHAT BERKELANJUTAN
Sampai tahun 2015
pengembangan System of Rice Intensification (SRI) tumbuh dan berkembang
luas. Sistem ini diinisiasi oleh seorang pastur dalam membantu petani miskin
yang daya beli pupuk dan pestisidanya terbatas. Teknologi SRI sudah banyak
dikembangkan hampir di seluruh Indonesia, namun seiring atensi pemerintah
menurun, maka pengembangan SRI yang mengarah ke produk organik semakin meredup.
Saat ini adalah momentum kebangkitan bagi SRI ketika harga pupuk dan bahan baku
pupuk mahal dan sulit didapat. Pertanyaannya adalah, apakah SRI itu, sehingga
harus dikembangkan merespon dinamika perubahan strategis global, regional dan
lokal?
Budidaya Hemat Air, Organik, yang Intensif
SRI dikembangkan dengan
pendekatan terintegrasi mulai aspek tanah, air, pupuk dan tanaman, serta
lingkungannya secara intensif dan organik. Tanah yang dikelola tidak
menggunakan pupuk anorganik, melainkan pupuk organik dengan memproduksi dan
memberdayakan potensi mikroba lokal yang adaptif terhadap lingkungan. Pendekatan
ini memungkinkan petani tidak tergantung sama sekali dari pupuk anorganik yang
saat ini sangat mahal. Petani cukup mengembangkan mikro organisme lokal yang
dibiakkan intensif untuk mengurai bahan organik yang diperlakukan ke dalam
tanah. Pertanaman padi yang dibudidayakan juga berumur muda di bawah 13 hari,
sehingga jumlah anakan produktifnya sangat tinggi. Anakan produktif yang tinggi
akan menghasilkan malai yang lebih banyak dibandingkan padi yang dibudidayakan
secara konvensional. Padi lahan sawah konvensional hanya mampu menghasilkan
anakan produktif antara 15-25 batang. Sementara lahan SRI mampu menumbuhkan
anakan produktif padi sampai 70 batang, sehingga apriori produksi gabahnya
lebih tinggi dan jauh lebih sehat. Sistem irigasi intermiten juga dikembangkan
pada SRI, sehingga ada fase padat, cair dan gas yang berada pada posisi
seimbang. Kondisi inilah yang sangat ideal bagi pertumbuhan bakteri menguntungkan,
menekan bakteri patogen, tumbuh dan berkembangnya akar lebih baik, masuknya
oksigen dalam tanah. Implikasi positif langsung yang dapat dirasakan langsung
petani antara lain: penggunaan pupuk anorganik nol, air lebih effisien,
pertumbuhan dan produktivitas padi lebih tinggi minimal 50%, sehingga dapat
meningkatkan produksi dan pendapatan usaha tani petani SRI. Manfaat lain dengan
SRI, petani dapat mengembangkan ikan melalui mina padi, sehingga selain
mendiversifikasi sumber pendapatan dan menambah sumber pendapatan petani lebih
banyak, mengurangi ketergantungan pupuk impor serta menghemat penggunaan devisa
negara. Bagaimana cara mempercepat diseminasi pengembangan budidaya padi SRI?
Dikompetisikan secara Nasional
Dilombakan secara
nasional mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi dan nasional.
Pendekatan ini memungkinkan berbagai hal tentang SRI dicapai secara simultan,
pertama, diseminasi tentang SRI akan terjadi secara masif dan mandiri.
Terbukanya informasi memungkinkan siapa saja belajar bagaimana budidaya SRI
yang baik, benar dan produktif. Kedua, terjadi penerapan SRI di seluruh pelosok
negeri, sehingga dengan biaya murah, Indonesia dapat menjadi negara dengan
sistem produksi SRI yang paling sehat di dunia. Lebih jauh pemerintah dapat mengurangi
anggaran subsidi pupuk yang sampai saat ini sudah mencapai 25 trilyun. Dana
tersebut bisa digunakan untuk mendukung kegiatan SRI sehingga petani semakin
mandiri dan berkembang. Penggunaan air irigasi menjadi lebih hemat, sehingga
luas areal tanam (indek pertanaman padi)
dapat dimaksimalkan. Dampaknya produktivitas dan indek pertanaman dapat
ditingkatkan secara simultan. Selanjutnya petani semakin mandiri dalam
menyelesaikan masalahnya sendiri baik dalam budidaya, penggunaan pupuk, dan air.
Padi SRI yang mengarah organik, lebih sehat dan harganya lebih baik. Padi hasil
SRI tahan simpan dan berasnya tidak mudah busuk diserang bakteri. Indonesia
harus segera bangkit dan keluar dari perangkap harga bahan baku dan pupuk yang
kita tidak tahu kapan berakhir. Kita semua bangsa Indonesia harus yakin dan
percaya bahwa hanya kita sendirilah yang dapat menyelesaikan masalah kita
sendiri. Bukan orang lain, apalagi bangsa lain, itu tidak mungkin, yakinlah
itu.
Oleh: Marwanti (PMHP
Ahli Muda, Ditjen Tanaman Pangan)