Sorgum sebagai alternatif Pangan
Sorgum (Sorghum bicolor) merupakan tanaman asli Afrika Timur di wilayah Abessinia, Ethiopia, dan sekitarnya (Vavilov 1926), yang kini menjadi tanaman kosmopolitan menyebar ke seluruh dunia. Data FAO tahun 2012 menunjukkan terdapat 110 negara di dunia yang menanam sorgum. Indonesia yang sudah menanam sorgum sejak awal abad ke-4 justru tidak tercantum pada daftar negara produsen sorgum FAO, kemungkinan karena luas areal panennya sangat kecil (FAO 2013). Di Indonesia, luas panen tanaman sorgum pada tahun 1990-2010 hanya sekitar 25.000 ha dan tersebar, sehingga tidak masuk dalam daftar statistik FAO. Tanaman sorgum di Indonesia terdesak oleh komoditas yang bernilai ekonomi lebih tinggi, seperti Sorgum, kacang hijau, padi gogo, atau ubi kayu.
Saat ini dunia tengah mengalami krisis pangan akibat harga yang melonjak. Food and Agriculture Organization (FAO) menyampaikan data, indeks harga pangan dunia telah berada di level 159,3 pada Maret 2022. Angka tersebut merupakan level tertinggi sejak tahun 1990. Krisis pangan juga diperparah oleh invasi Rusia ke Ukraina, yang berdampak terhadap perekonomian global, terutama gangguan pasokan pangan dan energy. Dimana sudah 22 Negara yang menghentikan ekspor pangan nya ke negara lain. Rusia, Ukraina dan India juga sudah tidak lagi mengekspor gandumnya. Akibatnya harga gandum sampai 3 kali lipat. Oleh karena itu untuk mengantisipasi kebutuhan gandum yang besar perlu mensubstitusi gandum dengan sorgum. Dimana Sorgum sebagai salah satu komoditas pangan lokal yang sangat strategis dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi, mulai dari batang, daun hingga biji.
Potensi subsitusi tepung sorgum terhadap kebutuhan terigu nasional sangat besar. Kebutuhan Indonesia akan gandum mencapai 11 juta ton/tahun dan bila di setarakan anggaran yang dikeluarkan untuk membeli gandum setara dengan 50 trilyun/tahun, dengan kondisi seperti itu akan menguras devisa negara. Dengan daya kemampuan mensubsitusi tepung terigu bervariasi sesuai dengan jenis produk olahan baik dalam bentuk rerotian, kue kering, dan kue basah, maka tepung sorgum berpotensi mensubsitusi sebesar 1,18 juta ton dari total kebutuhan terigu tersebut (setara dengan 380.557 Ha pertanaman sorgum). Selain itu, harga tepung sorgum jauh lebih murah, hanya 60 persen dibandingkan harga tepung terigu.
Di Indonesia penelitian pemanfaatan sorgum menjadi aneka produk makanan, antara lain mie roti, aneka cake dan cookies serta makanan tradisional telah banyak dilakukan (Mudjisihono dan Damardjati, 1987; Ginting dan Kusbiantoro, 1995; Suarni 2004; Mudjisihono, 2008). Kemampuan subsitusi tepung sorgum terhadap tepung terigu untuk produk mie sebesar 15-20 persen, cookies 50-75 persen, cake 30-50 persen, dan untuk kebutuhan rumah tangga lain secara rata-rata 20-25 persen. Nilai ini diperoleh dengan mengansumsikan produktivitas sorgum adalah 6,4 ton biji/ha, dan konversi biji menjadi tepung sorgum adalah 48,5 persen, dimana konversi dari biji sorgum menjadi sorgum sosoh adalah 51 persen, dan sorgum sosoh menjadi tepung sorgum adalah 95 persen (Susila et al., 2010).
Sorgum telah lama disadari sebagai bahan pangan lokal yang sangat prospektif. Namun, sampai saat ini perkembangannya masih sangat lambat. Setiap tahun pemerintah selalu mengalokasikan anggaran dan kegiatan untuk pengembangannya, namun kemajuannya tidak signifikan. Dalam beberapa tahun terakhir ini, ada banyak upaya yang telah dilakukan. Dalam konteks untuk diversifikasi pangan, upaya yang lebih penting adalah di sektor hilir, yakni pengolahan dan penyerapan tepung sorgum sebagai bahan tepung pengganti terigu. Perhatian kita kepada sorgum masih sangat rendah, yang ditunjukkan salah satunya dari data statistik. Hingga kini, perkembangan produksi sorgum nasional belum masuk dalam statistik pertanian, yang menunjukkan bahwa komoditas tersebut belum mendapat prioritas untuk dikembangkan.
Sorgum adalah suatu komoditas yang luar biasa, karena zero waste. Dimana hampir semua bagian nya, baik daun, batang buah dan malaynya bisa dimanfaatkan. Sorgum juga merupakan tanaman toleran terhadap kekeringan dan tidak memerlukan banyak air selama pertumbuhannya. Sorgum bahkan dilakukan pemanenan berulang kali (3-5 kali) dalam satu kali periode tanam. Sehingga sorgum menjadi hal yang luar biasa untuk di kembangkan di tengah ancaman krisis pangan global Selain sebagai program untuk menunjang ketahanan pangan nasional sorgum ini juga memiliki nilai ekonomis yang tinggidan diharapkan pengembangan sorgum dapat meningkatkan produktivitas lahan, diversifikasi pangan dan meningkatkan ekonomi petani sehingga pertanian indonesia bisa maju,mandiri,modern".
Oleh Indra Rochmadi, M.Si (PMHP Ahli Madya, Ditjen Tanaman Pangan)