Jl. AUP No. 3 Pasar Minggu,
Jakarta Selatan 12520,
Provinsi DKI Jakarta

(021) 7824 669

ID EN
Logo

Kementerian Pertanian

Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan

7

KONSERVASI AIR LAHAN KERING

Sebagian besar wilayah lahan kering Indonesia memiliki curah hujan minimal 1.500 mili meter per tahun. Bahkan beberapa wilayah lahan kering memiliki curah hujan lebih 2.000 mili meter per tahun bahkan 2.500 mili meter per tahun. Ironisnya lahan kering umumnya diusahakan untuk produksi tanaman sekali dalam setahun. Itupun dengan resiko mengalami kekeringan dan gagal panen masih tinggi. Mengapa ini terjadi dan bagaimana cara mitigasinya, sehingga produktivitas dan indek pertanaman dapat ditingkatkan, sehingga dapat meningkatkan produksi pertanian, sehingga dapat mendongkrak kesejahteraan petani. Konservasi air lahan kering merupakan solusi fundamentalnya.


Konservasi Air

Secara praktis konservasi air dilakukan dengan menampung air hujan dan menyimpan, serta memanfaatkan saat dibutuhkan. Pendekatan praktis ini sudah lama dilakukan oleh masyarakat, tetapi untuk memenuhi kebutuhan air minum. Pertanyaannya, mengapa pendekatan yang sama belum dikembangkan untuk “memenuhi kebutuhan air minum tanaman?” Diperlukan teladan penerapan konservasi air untuk pengembangan budidaya tanaman dalam rangka meningkatkan indeks pertanaman, meningkatkan produktivitas dan memitigasi resiko gagal panen. Cara praktis yang dapat diimplementasikan dalam konservasi air antara lain: menampung dalam drum, dalam tempayan, dalam saluran air, embung, dam parit, rorak, sehingga air hujan tidak mengalir ke laut, tetapi meresap ke dalam tanah, Secara operasional, di sekitar tampungan air dapat ditanam komoditas pangan, sayur dan buah-buahan, sehingga mampu mendongkrak produktivitas lahan kering dan meningkatkan intensitas tanam, produksi dan pendapatan petani. Kearifan lokal dalam konservasi air banyak dikembangkan masyarakat perdesaan dengan menanam komoditas hortikultura seperti cabe, tomat, bawang merah yang airnya dipasok dari tempayan, drum tempat konservasi air. Jika volume tampungan air jumlahnya besar, maka bisa digunakan sebagai sumber air irigasi supplementer dalam rangka memperpanjang periode tanam, menjaga produktivitas dan memitigasi resiko kekeringan. Pemerintah dapat memfasilitasi bantuan semen untuk mendorong pembangunan bangunan konservasi air. Batu, pasir dan tenaga kerja dianggap partisipasi masyarakat. Pendekatan serupa berhasil dilakukan Pemerintah Kabupaten Sleman dalam melakukan pengaspalan jalan swadaya. Pemerintah Kabupaten Sleman cukup menyediakan aspal, rakyat menyiapkan pasir, batu dan tenaga kerja. Itulah sebabnya, Kabupaten Sleman merupakan wilayah yang memiliki ruas jalan sangat panjang, karena dukungan swadaya masyarakat. Secara analogis, pemerintah dapat melakukan hal serupa dalam membangun embung dan dam parit, sehingga di wilayah lahan kering selalu tersedia air sepanjang waktu. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana konservasi air agar lebih produktif dan berkembang? Multiple cropping merupakan solusi fundamentalnya.


Multiple Cropping

Sistem tanam ganda merupakan kearifan lokal yang dikembangkan petani lahan kering di Indonesia. Tumpang sari jagung dengan padi, jagung dengan kacang tanah, jagung dengan kedelai, padi dengan jagung, dan masih banyak lagi kombinasinya. Multiple cropping dipilih bukan hanya untuk memitigasi resiko gagal panen, tetapi juga dalam rangka bersinergi menjaga kesuburan tanah, dengan menyediakan bahan organik tanah sebagai mulsa dan sumber pupuk organik. Ketersediaan air dan hara tanaman sangat penting dalam rangka menekan resiko gagal panen pada budidaya multiple cropping, tetapi juga untuk meningkatkan produktivitas. Jika air tersedia dalam jumlah cukup, maka produktivitas lahan kering akan mencapai optimal. Jika air tersedia dalam jumlah cukup, maka produktivitas lahan kering dapat digenjot minimal naik 1-1,5 ton/hektar. Jika jagung dan padi dapat dinaikkan produktivitasnya, maka petani lahan kering dapat ditingkatkan kesejahteraannya dan terangkat dari kemiskinan permanen yang tidak berdaya. Pemerintah perlu memodifikasi pola bantuan pangan langsung menjadi bantuan infrastruktur untuk memberdayakan kehidupan petani. Perubahan pola bantuan pangan menjadi bantuan infrastruktur, maka petani dapat menolong dirinya sendiri untuk keluar dari perangkap kemiskinan. Sementara bantuan pangan langsung hanya akan menimbulkan ketergantungan kepada pemerintah, bukan membangun kemandirian.

Oleh: Hasnul Fajri (PMPH Ahli Muda, Ditjen Tanaman Pangan)


WhatsApp


Email


Jam Pelayanan

Hari Kerja
08:00 s/d 16:00