Meningkatkan Kualitas SDM Petugas Lapang Melalui Bimbingan Teknis POPT
Pelaksanaan
Bimbingan Teknis (Bimtek) POPT baru-baru ini telah dilaksanakan di Bandung
dalam rangka menghadapi musim kemarau 2023. Kegiatan ini ditujukan untuk
meningkatkan pemahaman petugas POPT terhadap penanganan Dampak Perubahan Iklim
(DPI) di wilayahnya masing-masing.
Supari,
salah satu narasumber dari BMKG menyatakan bahwa awal musim kemarau 2023
umumnya diprediksi terjadi pada bulan April hingga Juni 2023, dan puncaknya diprakirakan pada bulan Agustus 2023, yaitu
sebanyak 72% dari wilayah Indonesia.
“Dalam
menghadapi Musim Kemarau 2023, BMKG menghimbau K/L, Pemerintah Daerah,
institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap
kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang mengalami sifat musim
kemarau bawah normal (lebih kering dibanding biasanya). Pemerintah Daerah dapat
lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan ini untuk
memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan
lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan” lanjut Supari dalam
arahannya ke para peserta Bimtek.
Aris
Pramudia, narasumber dari Badan Riset
dan Inovasi Nasional (BRIN) juga menegaskan bahwa salah satu upaya dalam
menghadapi dampak El Nino adalah menunda waktu
tanam. Ini merupakan tantangan dan perlu diwaspadai dalam menghadapi
IP4. “Jika ada pertanaman di saat tersebut, maka perlu disiapkan potensi air,
misalnya menggunakan dam parit, atau embung. Menyiapkan komoditi yang lebih
hemat air (padi tahan kering), varietas
umur pendek, menanam jagung atau kacang-kacangan sambil menunggu musim hujan
tiba untuk penghematan air. Selain itu juga mempercepat jadwal tanam agar tidak
terlalu lama di musim kemarau” ungkap Aris menambahkan.
Sarjuli,
seorang POPT senior menjelaskan bahwa sudah saatnya seorang POPT mampu mandiri
dan menjadi manajer dalam setiap program kegiatan penanganan DPI diwilayahnya
masing-masing dan membuat rencana tindak lanjut (RTL). “seorang petugas lapang
agar membuat rencana kerja setiap awal musim tanam, serta rencana penanganan
dampak perubahan iklim jika terjadi banjir/kekeringan seperti rehabilitasi
saluran air, pompanisasi, menanam varietas umur pendek di musim kemarau,
mempercepat jadwal tanam dan lain sebagainya” ungkap Sarjuli.
Ditempat terpisah, Direktur Perlindungan
Tanaman Pangan menyatakan dukungannya terhadap kegiatan bimbingan teknis POPT
agar para petugas lapang bisa lebih profesional dalam tugasnya khususnya dalam
mengupdate data banjir dan mendorong upaya mitigasi di daerah rawan DPI
khususnya banjir. Selain itu, Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan selalu
berkoordinasi dengan instansi terkait yang berwenang dalam penanganan banjir sehingga
dapat tertangani secara komprehensif.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi
menambahkan bahwa updating terus dilakukan sebagai benchmark pemantauan daerah
rawan dampak perubahan iklim di seluruh Indonesia. Selain itu, Suwandi
memastikan kesiapan Brigade DPI yang tanggap akan kejadian banjir/kekeringan di
lapangan.
“Kami
akan melakukan support penanganan dampak perubahan iklim di lahan kategori rawan banjir dan kekeringan
dengan beberapa langkah yaitu : bantuan benih bagi yang puso dan pompanisasi.
Saya perintahkan seluruh jajaran untuk responsif dan aktif dalam pemantauan
maupun penanganan dampak perubahan iklim.” Ungkap Syahrul Yasin Limpo.
Kontributor : Rosdiana Bustam