Jl. AUP No. 3 Pasar Minggu,
Jakarta Selatan 12520,
Provinsi DKI Jakarta

(021) 7824 669

ID EN
Logo

Kementerian Pertanian

Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan

7

KEMENTAN BERSAMA UGM DAN FAO TINJAU BELALANG KEMBARA DI PULAU SUMBA



Hadirnya serangga hama belalang kembara memberikan ancaman terhadap ketahanan pangan karena kemampuan merusaknya sangat hebat sehingga kerugian cukup besar dapat dialami oleh petani di Pulau Sumba. Oleh karena itu, penanganannya menjadi tanggung jawab bersama dan harus dilakukan secara bersama-sama dan berkelanjutan.

Kepedulian dan kehadiran pemerintah pusat terhadap hama belalang kembara di Pulau Sumba ini tidak berkurang sedikit pun. Bahkan Food and Agriculture Organization (FAO) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) juga ikut andil dalam penanganan hama belalang kembara ini melalui program kerjasama TCP Pengendalian Belalang Kembara yang sudah berlangsung sejak Juni 2022. 

Kementerian Pertanian melalui Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, berkolaborasi kembali dengan UGM dan FAO kembali meninjau perkembangan belalang kembara (Locusta migratoria) di Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pemantauan bersama dengan UGM dan FAO ini selain melakukan monitoring keadaan populasi belalang kembara, juga dalam rangka melakukan komunikasi atau audiensi dengan pimpinan daerah Sumba Barat Daya dan Sumba Timur.

Turut bergabung dalam rombongan adalah Prof. Y. Andi Trisyono perwakilan dari UGM, Rajendra Aryal dari FAO Representative Indonesia yang didampingi oleh Ageng Herianto, dan Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan yang diwakili oleh Gandi Purnama selaku Koordinator Pengendalian OPT Serealia.

Kunjungan ke Pulau Sumba ini berlangsung dari tanggal 8 Oktober sampai dengan 11 Oktober 2023. Tim melakukan audiensi dengan Bupati Sumba Barat Daya dan Bupati Sumba Timur untuk mempererat silaturahim dan komunikasi, juga dalam rangka berdiskusi dengan pimpinan daerah mengenai kondisi belalang kembara terkini dan upaya yang telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk menangani hama belalang kembara.

Rajendra mengatakan bahwa FAO hadir di Pulau Sumba atas kerjasama dengan Kementerian Pertanian dan UGM  dalam rangka penanganan hama belalang kembara. Dalam diskusinya dengan Bupati, Rajendra mengapresiasi peran pemerintah daerah dalam membantu masyarakat dan meminta penjelasan dari Bupati mengenai situasi dan kondisi belalang kemabara saat ini. 

Menurut Prof. Andi Trisyono, Akademisi dari UGM, saat ini kondisi belalang kembara khususnya di Sumba Timur bisa dikatakan sudah jauh menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Andi mengatakan bahwa jika melihat tren yang ada selama ini, puncak populasi serangga ini akan terjadi di bulan November sampai dengan Februari.

“Kita harus menekan atau menurunkan populasi belalang kembara yang ada pada saat ini agar nanti di bulan November-Februari peningkatan populasinya tidak akan tinggi seperti tahun-tahun sebelumnya,” jelas Andi kepada Bupati. 

Ditemui di kediamannya, Kornelius Kodi Mete, Bupati Sumba Barat Daya, menjelaskan bahwa pemerintah daerah terus aktif dalam pengendalian hama belalang ini untuk menjaga ketahanan pangan. “Kami bekerja siang dan malam dalam mengendalikan habel ini. Bahkan kadang kami baru istirahat menjelang pagi. Kami juga pernah melakukan penangkapan belalang dengan melibatkan seluruh masyarakat dan hasilnya sangat memukau, sebanyak 16 ton berhasil dikumpulkan,” ujar Kornelius.

Kornelius juga mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Pertanian dan FAO yang sudah membantu alat dan bahan pengendalian. “Semoga ke depan, bantuan alat dan bahan pengendalian dapat digunakan secara efektif dan efisien. Karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada kementerian dan FAO serta UGM yang peduli kepada masyarakat Sumba,” tutur Kornelius.

Senada dengan Kornelius, Bupati Sumba Timur yang ditemui di kediamannya juga mengungkapkan rasa terima kasihnya. Khristofel Praing menjelaskan bahwa untuk wilayah Sumba Timur sudah dibuat Satuan Tugas Belalang Kembara Sumba Timur yang terdiri dari semua instansi pemerintah sampai tingkat Kepala Desa. 

“Kendala kami dalam mengendalikan belalang ini adalah kondisi alam yang memiliki topografi lembah, bukit, dan daerah-daerah yang tidak dapat dijangkau. Luas wilayah kami paling luas di Pulau Sumba dengan didominasi padang rumput. Oleh karena itu Satgas ini berfungsi sebagai wadah komunikasi agar informasi keberadaan belalang bisa langsung dilaporkan kemudian dikendalikan,” ujar Khristofel.

Lebih lanjut Khristofel juga menegaskan peran pemerintah pusat dan stakeholder lainnya sangat diperlukan. “Tidak hanya Sumba Timur, tapi seluruh Sumba harus bersatu dan bersama-sama mengendalikan hama ini. Kami mencoba menginisiasi pembuatan MoU antara 4 kabupaten untuk sepakat bersama-sama mengendalikan hama belalang kembara ini,” tegasnya.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sumba Timur, Nico Pandarangga menambahkan,  “Serangan habel (hama belalang) ini memang sangat meresahkan kami. Sejak tahun 2019 hingga saat ini hama ini terus ada di lapangan, biasanya kan ini hanya siklus lima tahunan yang kemudian hilang sendirinya.” Menurutnya kondisi saat ini dirasakan sudah berkurang dibanding tahun lalu.

Nico juga menjelaskan bahwa dengan hadirnya peran pemerintah pusat dan FAO, kondisi hama belalang kembara ini berangsur-angsur menurun melalui berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan secara bersama-sama antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, UGM dan FAO. 

Bantuan berupa bahan pengendali (insektisida), alat pengendali dan perlengkapan pelindung diri telah diberikan kepada masing-masing kabupaten dalam mendukung upaya pengendalian belalang di lapangan. 

"Kami hadir bersama di Pulau Sumba sebagai rangkaian dari kerjasama kami dengan FAO dan UGM dalam penanganan belalang kembara. Kami juga akan melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan pengamatan, pemetaan, pengendalian dan evaluasinya," ujar Gandi dari Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan. 

Di sela-sela kunjungan, Tim juga meninjau lokasi yang dilaporkan ada belalang kembara yaitu di Kecamatan Lewa, Sumba Timur. Populasi yang ditemukan terdiri dari nimfa instar 1 sampai dengan imago awal. Beberapa ekor belalang yang berwarna hijau juga ditemukan dan menurut Andi ini salah satu indikasi populasi belalang sudah bergerak menuju fase soliter.

“Kalau dilihat dari stadianya yang tidak seragam, instar 1 sampai imago, maka bisa dikatakan kalau populasinya tidak mengkhawatirkan. Terlebih lagi sudah kita temukan beberapa ekor belalang hijau yang artinya sudah menuju soliter, bukan gregarius. Jumlahnya sudah menurun karena sekarang kami kesulitan mencari lokasi yang ada belalangnya,” tegas Andi.

Dihubungi di tempat terpisah, Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Yudi Sastro sangat mendukung upaya penanganan hama belalang kembara di Pulau Sumba. “Kami dari pusat terus memantau kondisi di Pulau Sumba. Saya yakin jika pemerintah pusat, daerah, masyarakat dan stakeholder lain bisa bersama-sama mengendalikan belalang kembara secara kontinyu maka populasi hama ini akan dapat ditekan. Tidak bisa kita hanya membebankan pada satu atau dua pihak saja, namun semua pihak harus bersama-sama,” tegas Yudi. 

Hal ini sejalan dengan Suwandi, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, yang menyatakan bahwa pengendalian hama dan penyakit adalah tanggungjawab bersama. “Saya menghimbau agar semua pihak dapat bergerak dan berperan aktif dalam pengendalian hama dan penyakit. Utamakan pengendalian yang ramah lingkungan agar alam ini tetap lestari,” ujarnya.


Kontributor: Mochamad Nurhidayat, SP, Msi & Gandi Purnama, SP, Msi.

WhatsApp


Email


Jam Pelayanan

Hari Kerja
08:00 s/d 16:00