POTENSI LAHAN KERING DALAM PENINGKATAN PRODUKSI PADI NASIONAL
Pemanfaatan lahan kering merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan produksi pertanian nasional. Produktivitas lahan kering rata rata saat ini mempunyai tingkat produktivitas masih lebih rendah karena tingkat kesuburan yang rendah, namun potensi luasannya sangat tinggi. Selain produktivitas yang rendah indek pertanamannya juga belum maksimal karena ketersediaan air merupakan faktor pembatas dalam usahatani, sehingga tidak dapat dilakukan sepanjang tahun.
Total luas lahan kering di Indonesia adalah sekitar 144,47 juta ha. Karena sifat alaminya, sekitar 82% dari total lahankering tergolong sebagai lahan kering suboptimal. Lahan kering masam merupakan lahan kering suboptimal yang menempati luasan paling dominan, yaitu sekitar 107,36 juta ha (sekitar 74,3% dari total luas lahan kering), sedangan sekitar 10.75 juta ha (7,4% dari total luas lahan kering) merupakan lahan kering beriklim kering. Luas lahan kering masam dan lahan kering iklim kering yang berpotensi untuk pengembangan pertanian masing-masing sekitar 62,64 dan 7,76 juta ha. Lahan kering masam digolongkan sebagai lahan kering suboptimal dengan pembatas utama kemasaman tanah, sedangkan pembatas utama dari lahan kering iklim kering adalah ketersediaan air (Balitbang Pertanian 2014).
Lahan kering masam dengan penyebaran terluas di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Papua mempunyai faktor pembatas utama pH tanah yang tergolong masam (<5,5). Kemasaman tanah yang tinggi berkaitan juga dengan tingginya kadar Al, yang menyebabkan fiksasi unsur fosfat (P) menjadi tinggi sehingga tidak tersedia untuk tanaman, kandungan basa-basa dapat tukar dan KTK juga rendah,kejenuhan basa <50%, kandungan besi dan mangan mendekati batas meracuni, dan miskin elemen biotik. Umumnya tanah di lahan kering masam termasuk ordo Entisols, Inceptisols, Ultisols, dan Oxsisols. Ultisol (Podsolik Merah Kuning) merupakan ordo yang paling dominan. Tingkat kesuburan dan produktivitas lahan rendah, sehingga memerlukan input cukup tinggi (Murtilaksono dan Anwar 2014). Areal lahan kering masam umumnya terdapat di daerah dengan curah hujan tinggi, ini menjadi faktor yang menguntungkan dari segi penyediaan air. Namun demikian, dengan wilayah bergelombang-bergunung, menyebabkan ancaman bahaya erosi menjadi lebih besar, sehingga selain faktor kemasaman tanah, faktor erosi seringkali menjadi pembatas utama pengembangan lahan kering masam untuk tanaman pangan semusim (Subagyo et al. 2002; Adimihardja dan Sutono 2005; Kurnia et al. 2005).
Lahan kering iklim kering utamanya terdapat di Kepulauan Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, Sulawesi, dan Maluku. Meskipun luasannya jauh lebih rendah dibanding lahan kering masam, namun potensinya untuk menjadi pendukung pengembangan pangan tidak bisa diabaikan. Umumnya tanah pada areal lahan kering iklim kering mempunyai tingkat kesuburan alami yang lebih baik disbanding lahan kering masam, dicirikan oleh pH tanah >5,5, kejenuhan basa >50%, Kapasitas tukar kation sedangtinggi. Lahan kering iklim kering, tanahnya umumnya terdiri dari ordo Inceptisol, Vertisol, Molisol dan Alfisol. Ketersediaan air merupakan faktor pembatas utama agroekosistem ini untuk pengembangan pertanian khususnya tanaman pangan. Curah hujan tahunan yang kurang dari 2.000 mm th-1 dengan bulan basah hanya 3-4 bulan (Mulyani 2013; Mulyani dan Sarwani 2013), menyebabkan ketersediaan air yang bersumber dari air hujan hanya cukup untuk satu musim tanam. Curah hujan tahunan yang rendah, juga tidak menyebabkan lahan kering iklim kering terhindar dari degradasi lahan yang disebabkan oleh erosi. Curah hujan yang jatuh dalam waktu yang relatif singkat, menghasilkan intensitas hujan yang tinggi sehingga daya merusaknya menjadi lebih besar (Adimihardja dan Sutono 2005; Dariah et al. 2013a)
Menurut data Stastistik Pertanian bersumber dari data BPS perkembangan Luasan (ha), Luas Panen (ha), Produksi (Ton) dan Produktivitas Lahan Kering di Indonesia 2013 – 2018 yang sudah dimanfaatkan untuk budidaya pertanian Khususnya Tanaman Padi Sebagai Berikut :
Peta sebaran Lahan Kering bersadarkan perkembangan Luasan (ha), Luas Panen (ha), Produksi (Ton) dan Produktivitas Lahan Kering di Indonesia 2013 – 2018 yang sudah dimanfaatkan untuk budidaya pertanian Khususnya Tanaman Padi di 10 Provinsi yang terbesar Sebagai Berikut :
Dari data diatas potensi lahan kering dalam membantu pemenuhan kebutuhan pangan nasional khususnya padi bisa sangat signifikan apabila dikembangkan dan berikan masukan sarana budidaya dan produksi yang tepat, sistem budidaya yang tepat dan pengelolaan serta manajemen air yang tetap karena kebutuhan air sangat berpengaruh pada lahan kering. Potensi luasan tersebut apabila dimanfaatkan dengan optimal dengan pemakaian teknologi yang tepat, maka produksi pangan nasional akan meningkat walupun sebagaian besar menerapkan IP 100. Peningkatan Indek pertanaman dapat ditingkatkan dengan mengusahakan berbagai komoditas dengan mengatur pola tanam yang sesuai dengan wilayah dan potensi sumberdaya lahan setempat.
Pemerintah Pusat khususnya Kementerian Pertanian melalui Direktorat Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan selalu berperan aktif dalam melakukan peningkatan potensi pemanfaatan Lahan Kering secara maksimal dan optimal untuk mendukung ketersediaan pangan nasional. Melalui Direktorat Serealia khususnya Subdirektorat Padi Tadah Hujan dan Lahan Kering selalu memberikan bimbingan teknis, sosialisasi, bantuan benih dan sarana produksi serta manajemen air yang dimunculkan di program budidaya Padi Lahan Kering baik tingkat pusat maupun provinsi sebagai upaya mendukung optimalisasi Lahan Kering sebagai penyumbang produksi padi nasional setiap tahunnya. Bentuk bantuan yang di berikan berupa benih unggul varietas baru berdaya tumbuh dan hasil produksi yang tinggi, Jenis dan Jumlah Pupuk yang tepat, pestisida/herbisida baik organik maupun anorganik sebagai upaya perlindungan untuk pertanaman dan Pupuk Organik untuk tetap menjaga kesuburan tanah tetap terjaga. Namun penggunaan vaeritas lokal juga didukung oleh kementerian sebagai wujud ketahanan pangan mandiri yang biasanya dikawal oleh BPTP dan BPSB untuk perbanyakan benihnya sehingga mencukupi kebutuhan.
Pada tahun 2022 ini Kementerian Pertanian melalui Direktorat Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menganggarkan untuk alokasi bantuan program budidaya padi pusat sebesar 13.750 ha dan alokasi daerah TP Provinsi seluas 11.250 ha dengan komponen bantuan Benih Varietas Unggul Barua tau varietas lokal bersertifakat, Pupuk serta Pestisida. Dari hal tersebut diharapkan petani dapat lebih bisa dan mudah dalam pengelolaan lahan pertanian apapun jenis lahannya karena setiap lahan yang dapat dikelola dengan cara baik dan benar sesuai jenis lahannya pastinya dapat menghasilkan hasil yang optimal sehingga petani dapat hidup sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Adimihardja, A. dan S. Sutono. 2005. Teknologi pengendalian erosi lahan berlereng. Hlm. 103-145 dalam
Teknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju Pertanian Produktif dan Ramah
Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,
Bogor.
Balitbang Pertanian. 2014. Sumberdaya Lahan Pertanian Indonesia. Luas Penyebaran, dan Potensi
Ketersediaan. Balitbang Pertanian, Kementrian Pertanian. 62 hlm.
Mulyani, A. dan M. Sarwani. 2013. Karakteristik dan potensi lahan suboptimal untuk pengembangan
pertanian di Indonesia. Jurnal Sumberdaya Lahan. 7(1): 47-58.
Murtilaksono, K., dan S. Anwar. 2014. Potensi, kendala, dan strategi pemanfaatan lahan kering dan kering
masam untuk pertanian (padi, jagung, kedele), peternakan, dan perkebunan
dengan menggunakan teknologi tepat guna dan spesifik lokasi. Disampaikan
pada seminar nasional lahan suboptimal. Pusat Unggulan Riset
Pengembangan Lahan Suboptimal (PUR-PLSO) Universitas Sriwijaya,
Palembang, 26-27 September 2014.
Penulis : Yuda Galang Priyanto, S.P. (Pengawas Mutu Hasil Pertanian Ahli Pertama, Direktorat Serealia)