Jl. AUP No. 3 Pasar Minggu,
Jakarta Selatan 12520,
Provinsi DKI Jakarta

(021) 7824 669

ID EN
Logo

Kementerian Pertanian

Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan

7

PUPUK NANO, ALTERNATIF ATASI BAHAN BAKU PUPUK MAHAL

Dampak Covid 19 dan pasca Covid 19 ternyata tidak hanya pada kesehatan masyarakat dan perekonomian dunia,  tetapi juga terhadap harga bahan baku pupuk. Semua bahan baku pupuk mulai gas alam, batuan fosfat/rock phosfat maupun KCl melonjak secara tidak terkendali. Bahkan para trader menyebut perang pupuk/fertilizer war, karena negara-negara eksportir pupuk seperti Rusia, Ukraina, China menahan untuk tidak mengekspor pupuk demi memastikan kemadirian pasokan pupuk dalam negeri untuk produksi pangan nasional mereka. India selain menghentikan ekspor pupuk mereka, juga menghentikan ekspor gandumnya. Indonesia juga secara tidak langsung, demi menata tata kelola perkebunan sawit nasional, juga menghentikan sementara ekspor minyak sawit mentah/crude palm oil. Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa perdagangan bebas komoditas cepat dan pasti tidak mengikuti perdagangan bebas dunia/free trade. Implikasinya harga bahan baku pupuk, pupuk dan komoditas akan bergerak naik, sehingga akan menyulitkan petani kecil yang daya belinya sangat terbatas. Pertanyaan fundamentalnya, bagaimana mengantisipasi harga bahan baku pupuk dan pupuk yang semakin liar tidak terkendali? Apa langkah operasionalnya agar pupuk tersedia, terjangkau dengan tingkat efisiensi dan efektifitas maksimal? Pupuk nano berbasis nano teknologi adalah solusinya.


Pupuk Nano

Perkembangan teknologi nano tumbuh pesat di sektor kesehatan dan pharmasi. Sektor obat obatan, kosmetik dan anti aging, nano teknologi berkembang pesat, tentu karena penggunanya orang-orang yang berkantong tebal. Bukan berarti di sektor pertanian utamanya pupuk tidak berkembang. Pupuk nano bukan lagi wacana, melainkan sudah operasional. India, misalnya telah menjual secara komersial pupuk nano dalam bentuk nano urea. Perstisida dan herbisida nano juga semakin berkembang dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan sekaligus mencegah pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk dan pestisida serta herbisida berlebihan. Pertanyaan mendasarnya, mengapa pupuk nano? Paling tidak ada tiga argumen yang mendasari pengembangan pupuk nano harus diakselerasi: (a) harga bahan baku pupuk dan pupuk yang semakin melambung (b) tuntutan efektifitas dan efisiensi penggunaan pupuk (c) peningkatan daya saing produk pertanian dengan input rendah dan biaya aplikasi yang murah. Pupuk nano dengan ukuran nano partikel yaitu 1-100 nm, dengan ukuran yang sangat kecil, maka ukuran ini dapat meningkat lebih 1.000 kali lebih kecil dibandingkan partikel biasa, sehingga luas permukaan kontak, kelarutannya dan kebutuhan bahan bakunya jauh lebih rendah dibandingkan pupuk konvensional. Peningkatan efisiensi dan efektifitas pupuk nano ini didukung kelarutan yang tinggi. Ukuran pupuk nano 10-9 dengan ukuran stomata 10-6, akan mudah diserap oleh stomata/tanaman untuk diolah menjadi karbohidrat atau gula. Hasil penelitian Agung Wicaksono dari Universitas Brawijaya menunjukkan bahwa penggunaan pupuk organik nano dapat meningkatkan berat buah mangga 100%. Hasil yang sangat fantastis dan menjanjikan dalam pengembangan pupuk nano.  Pertanyaan selanjutnya, apa yang harus dilakukan pemerintah untuk memproduksi pupuk nano agar dapat mengatasi kebutuhan pupuk yang makin mahal dan tidak terjangkau? Penugasan ke Pupuk Indonesia solusinya.


Penugasan ke Pupuk Indonesia

Modal kapital, sumberdaya manusia, penguasaan teknologi dan jaringan pemasaran yang tangguh, maka Pupuk Indonesia dapat ditugaskan sebagai leader dalam akselerasi pengembangan dan produksi pupuk nano. Melalui sinkronisasi antar pemangku kepentingan seperti Badan Riset Inovasi Nasional, Perguruan Tinggi, Badan Litbang Pertanian dan Dunia usaha, maka dapat diformulasikan state of the art teknologi pupuk terkini dan kemungkinan produksi massal serta pemasarannya. Kemampuan Badan Litbang Pertanian dalam produksi nano silika, Kompetensi BRIN dalam pengembangan partikel nano, serta perguruan tinggi yang sangat pakar dari sisi fisiko kimia dan fisiologis tanaman dipastikan Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dan produksi  serta pengembangan pupuk nano. Pupuk Nano dapat dikembangkan melalui dua pendekatan. Pertama menanokan unsur makro utamanya urea, posfor dan kalium, sehingga secara a priori, kita akan mampu meningkatkan effisiensi penggunaan pupuk urea, posfor dan kalium, sekaligus mereduksi pencemaran lingkungan. Selanjutnya pupuk nano dikembangkan untuk unsur-unsur elemen esensial, yang perannya sangat fital dan fatal dalam fisiologi tanaman. Lebih lanjut pupuk Indonesia dengan anak perusahaannya juga dapat ditugaskan untuk mengembangkan pestisida dan herbisida nano, agar aplikasi pestisida dan herbisida lebih efisien, produksi dan sekaligus dapat memitigasi pencemaran lingkungan. Momentum melambungnya harga bahan baku pupuk dan pupuk di pasar internasional dapat dijadikan momentum untuk melakukan konsolidasi kekuatan dan kemampuan untuk memobilisasi sumberdaya dalam pembangunan pertanian yang tanggung dan berkelanjutan.

Oleh: Marwanti (PMHP Ahli Muda, Ditjen Tanaman Pangan)

WhatsApp


Email


Jam Pelayanan

Hari Kerja
08:00 s/d 16:00