REGULASI TERKAIT PENGEMBANGAN BENIH PRODUK REKAYASA GENETIKA (PRG) DI INDONESIA
Benih tanaman Produk Rekayasa Genetik (PRG) atau benih tanaman bioteknologi diyakini dapat memberikan kontribusi positif bagi ketahanan pangan, namun demikian hingga saat ini masih belum ada satupun tanaman PRG yang dibudidayakan secara komersial di Indonesia. Perakitan benih PRG dapat dilakuakn oleh lembaga penelitian, universitas, industri benih melalui tahap penelitian, pengembangan, dan pengkajian keamanan hayati. Meskipun sejak 1996 telah ditanam di berbagai negara di dunia, penggunaan benih PRG terkadang masih menjadi isu kontroversi. Karenanya, untuk meminimalisir kontroversi dan kemungkinan dampak negatip, pelepasan benih PRG di Indonesia diatur dengan berbagai peraturan yang mengharuskan dilakukannya pengkajian keamanan hayati sebelum benih tersebut dimanfaatkan oleh petani.
Tanaman PRG layaknya tanaman non PRG harus melalui tahapan dan prosedur untuk dapat dilepas sebagai varietas unggul misalnya uji multilokasi/adaptasi, uji daya hasil untuk benih tetua. Namun demikian, tanaman PRG baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang akan dikaji atau diuji untuk dilepas dan/atau diedarkan di Indonesia harus terlebih dahulu disertai informasi dasar sebagai petunjuk bahwa produk tersebut memenuhi persyaratan keamanan hayati yaitu keamanan lingkungan, keamanan pangan dan keamanan pakan.
Adapun tahapan dan regulasi terkait pengembangan benih PRG sebagai berikut :
1. Peraturan untuk menjamin keamanan hayati tanaman PRG di Indonesia terkait pelepasan dan peredarannya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. Yang didalamnya antara lain menyatakan bahwa pengkajian terhadap PRG wajib dilakukan sebelum pelepasan dan peredarannya.
2. Pengembangan produk rekayasa genetik berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 pada Pasal 3 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik menggunakan pendekatan “kehati-hatian” dalam rangka mewujudkan keamanan lingkungan, pangan dan/atau pakan dengan didasarkan pada metode Ilmiah yang sahih serta mempertimbangkan kaidah agama, etika, sosial budaya dan estetika.
3. Tatacara penelitian dan pengembangan PRG diatur dalam Bab III PP Nomor 21 Tahun 2005 bahwa setiap orang yang akan melakukan penelitian dan pengembangan PRG wajib mencegah dan/atau menanggulangi dampak negatif kegiatannya pada kesehatan manusia dan lingkungan. Pengujian PRG harus dilakukan di laboratorium, Fasilitas Uji Terbatas (FUT) dan/atau Lapangan Uji Terbatas (LUT).
4. Dalam PP Nomor 21 Tahun 2005 Bab IV dinyatakan “Setiap orang yang akan memasukkan PRG sejenis dari luar negeri untuk pertama kali, wajib mengajukan permohonan kepada menteri yang berwenang atau kepala LPNK yang berwenang. Permohonan tersebut wajib dilengkapi dengan dokumen yang menerangkan bahwa persyaratan keamanan lingkungan, keamanan pangan, dan/atau keamanan pakan telah terpenuhi. Selain itu, pemasukan PRG dari luar negeri wajib dilengkapi pula dengan surat keterangan bahwa PRG tersebut telah diperdagangkan secara bebas di negara asalnya serta dokumentasi hasil pengkajian dan pengelolaan resiko dari institusi yang berwenang melakukan pengkajian dan pengelolaan risiko pernah dilakukan.
5. Sebelum terbitnya Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2022 tentang Kementerian Pertanian per tanggal 21 September 2022, yang terkait pendirian Badan Standarisasi Instrumen Pertanian (BSIP) sebagai institusi pengganti Badan Litbang bahwa di lingkup Kementerian Pertanian untuk regulasi pemasukan benih (PRG dan Non PRG) dalam rangka penelitian diterbitkan melalui Badan Litbang sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Permentan/OT.140/7/2011 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Tanaman. Adapun regulasi pemasukan benih (PRG dan Non PRG) dalam rangka non penelitian/komersial diterbitkan melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 127/Permentan/SR.120/11/2014 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Benih Tanaman.
6. Tanaman PRG sebelum diusulkan untuk dilepas dan/atau diedarkan, harus dikaji/diuji efikasi dan memenuhi persyaratan hayati. Pemberian rekomendasi keamananan hayati PRG dilakukan oleh Komisi Keamanan Hayati (KKH) yang selanjutnya menugaskan Tim Teknis Keamananan Hayati (TTKH) untuk melakukan kajian dokumen teknis dan uji lanjutan apabila diperlukan. Kajian tersebut untuk mendapatkan sertifikat keamanan hayati yang meliputi : a) Keamanan Pangan (Badan Pengawas Obat dan Makanan); b) Keamanan Pakan (Kementerian Pertanian); dan Keamanan Lingkungan (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).
7. Terhadap tanaman PRG yang telah memperoleh rekomendasi keamanan hayati, selanjutnya dapat mengajukan permohonan pelepasan varietas sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Untuk benih tanaman pangan PRG mengikuti kaidah sebagaimana diatur pada Permentan 38 Tahun 2019 tentang Pelepasan Varietas Tanaman pada Pasal 54.
8. Sampai dengan tahun 2022 Kementerian Pertanian telah melakukan pelepasan varietas PRG sebanyak 4 varietas yaitu: Varietas NK212-GA21, NK7328-GA21, NK6172-GA21, dan DK 95-NK603, keempat varietas tersebut mempunyai keunggulan tahan terhadap glifosat
9. Setelah mendapatkan SK pelepasan varietas dari Menteri Pertanian, benih dari varietas PRG dapat diproduksi, melalui proses sertifikasi dan diberi label apabila akan diedarkan. Produksi, sertifkasi dan peredaran benih dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk benih non PRG yaitu Permentan Nomor 12/TP.020/4/2018 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Tanaman.
10. Benih PRG yang telah dilepas dan diedarkan, akan dilakukan pengawasan dan pengendalian sebagaimana diatur pada PP No 21 Tahun 2005 bab VI. Mekanisme pengawasan untuk PRG pertanian lebih rinci diatur pada Permentan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Pengawasan dan Pengendalian Varietas Tanaman PRG yang Beredar dan Dimanfaatkan di Wilayah Negara Republik Indonesia pada pasal 4, yaitu Pemantauan rutin dilakukan pada tahun ke-3 (tiga) sejak tanaman PRG beredar dengan tujuan untuk mendeteksi kemungkinan adanya pengaruh merugikan dari penanaman varietas PRG tersebut, dengan waktu pemantauan rutin selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.
11. Sanksi terhadap peredaran produk PRG yang bertentangan dengan peraturan perundangan atau izin lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 101 Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, berupa pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit satu miliar rupiah dan paling banyak tiga miliar rupiah. Serta sanksi sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116,Pasal 119 dan Pasal 121.
Disusun dan ditulis oleh :
1. Dr. Happy Suryati, SP, M.Si (197505252000032004)
PBT Ahli Madya
2. Nunik Ariati, STP (197704022003122001)
PBT Ahli Muda