Merespon Moratorium Pengembangan Penggilingan Padi (Rice Milling Unit) Baru Ditjen TP mengelar FGD
Jakarta, (18/5). Penggilingan padi di Indonesia saat ini menjadi sangat penting untuk ditata ulang sehingga usaha penggilingan dapat berjalan secara efisien dan sesuai dengan prinsip bisnis, serta reposisi penggilingan padi sebagai simpul logistik dimasa mendatang.
Untuk itu, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan melibatkan para pakar, badan litbang kementan, dan dinas provinsi/kabupaten. Fokus output FGD ini adalah pemetaan isu-isu strategis penggilingan padi.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Hasil Sembiring, menekankan pertemuan ini untuk melakukan respons positif atas terjadinya moratorium pengembangan penggilingan padi (Rice Milling Unit) Baru. Hal ini menjadi sangat penting karena data yang sering dipublikasikan bahwa jumlah penggilingan sangat banyak (182.199 unit). Berbagai variable harus dirumuskan untuk menjawab kondisi tersebut termasuk pembagian peranan dari tipe penggilingan yang ada saat ini (penggilingan padi kecil, penggilingan padi menengah, dan penggilingan padi besar). Selain itu, Dirjen Tanaman Pangan mendorong agar makna revitalisasi yang diwacanakan sebagai kebijakan harus memiliki ruang aturan yang jelas dan proses pelaksanaan fasilitasi yang tepat. Pengalaman tahun sebelumnya, fasilitasi yang diberikan sering menimbulkan permasalahan.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, Tri Agustin Satriani menjelaskan bahwa revitalisasi penggilingan padi ini harus menciptakan siklus bisnis yang efisien dan tetap memperhatikan kondisi lapangan. Pergeseran kebijakan yang dilakukan harus mampu meningkatkan manfaat yang lebih bagi pelaku usaha. Joko Said sangat menekankan pada pengembangan penggilingan yang berorientasi mutu dan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan mempertajam pola pembinaan manajemen dan teknis. Dalam kesempatan ini, berbagai pengalaman di masa lalu, kedua hal tersebut kurang terdeskripsikan secara baik. Sebagai alternatif, peranan konsultan mungkin perlu dipikirkan. Selain itu, pengaturan pangan beras pecah kulit dan pemanfaatan limbah harus dijadikan sebagai satu solusi pengembangan bisnis bagi penggilingan.
Perpadi menekankan permasalahan over capacity dan persyaratan mutu perlu diperhatikan dalam melaksanakan revitalisasi tersebut. Beberapa masukan yang perlu digarisbawahi adalah standardisasi mesin dan instalasi, kemitraan, drying center, dan resi gudang. Balai Besar Pascapanen Pertanian, Badan Litbang menguraikan 4 faktor keberhasilan yaitu sumber daya, teknologi, kelembagaan, dan sosial ekonomi. Pengembangan penggilingan perlu dikembangkan secara terintegrasi dengan membangun pohon industri padi yang lebih baik.
Beberapa poin diskusi yang perlu ditelusuri adalah pembenahan aturan, pemetaan kondisi penggilingan, dan pengembangan penerapan fasilitasi yang komprehensif untuk menciptakan produk beras yang bermutu dan sesuai SNI. Proses revitalisasi jangan sampai dimaknai hanya memberikan bantuan alsintan. Revitalisasi harus mampu mendorong penggilingan sebagai pusat produk beras yang bermutu dan memiliki kemasan yang dapat mencitrakan wilayah produksi. Hal ini menjadi tantangan bagi semua pihak ditengah-tengah perdagangan beras yang sangat dinamis. (sumber: Direktorat PPHTP)