Menguak Misteri Biosaka
Saat ini sedang viral pemanfaatan biosaka sebagai elisitor bagi tanaman budidaya, baik itu padi, jagung kedelai, bawang merah, melon dan lainnya. Berawal dari Blitar pada tahun 2019, kini Biosaka sudah menyebar di wilayah nusantara dari Aceh hingga Papua. Di Blitar, penggunaan biosaka sudah dirasakan manfaatnya bagi petani, yaitu efisiensi biaya usaha tani (low cost), meminimalisir serangan hama dan penyakit dan meningkatkan produksi. Lantas pertanyaannya kemudian apa yang sebenarnya terkandung dalam Biosaka? Kenapa hanya sekedar dibuat dari rumput/gulma, tapi sangat bermanfaat bagi tanaman?.
Biosaka diramu dari berbagai jenis rumput-rumputan/tanaman. Menurut penemunya, Muhamad Ansar, minimal 5 jenis tanaman sebanyak satu genggaman tangan. Tanaman yang digunakan lebih banyak memanfaatkan tanaman yang ada di sekitar areal sawah/ladang. Dan tidak jarang, tanaman yang digunakan tersebut biasanya oleh sebagian besar petani dianggap sebagai gulma yang harus dibersihkan/tidak bermanfaat. Tanaman tersebut tumbuh di pematang, pekarangan rumah, lahan yang terlantar dan apabila sudah dibersihkan, tanaman tersebut tetap Kembali ada di lokasi tersebut.
Beberapa jenis tanaman yang biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan biosaka antara lain: babadotan (Ageratum conyzoides L), tutup bumi (Elephantopus mollis Kunth), Kitolod (Hippobroma longiflora), maman ungu (Cleome rutidosperma), Patikan kebo (Euphorbia hirta L), Meniran (Phyllanthus niruri L), anting-anting (Acalypha australis. L), jelantir (Erigeron sumatrensis Retz), sembung (Baccharis balsamifera L.), sembung rambat (Eupatorium denticulatum Vahl) dan sebagainya. Jenis tanaman ini dipilih yang sehat, tidak terkena hama dan penyakit. Minimal 5 jenis tanaman yang diambil, lebih banyak lebih bagus. Sebanyak satu genggaman tangan kemudian diremas dalam air 2-5 liter air. Hasil remasan tersebut, dimana air menyatu dengan saripati tanaman (homogen). Setelah itu bisa langsung diaplikasikan, dan sisanya bisa disimpan untuk aplikasi berikutnya.
Gambar 1. Biosaka dan beberapa jenis tanaman
Apabila kita kaji lebih mendalam, tanaman yang selama ini disebut gulma, ternyata memiliki banyak manfaatnya, bukan saja untuk tanaman tetapi juga bagi kesehatan manusia. Tanaman tersebut memiliki kandungan senyawa fitokimia seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, tanin, fenolik dan kuinon (Tabel 1). Oleh karena itu, jika tanaman tersebut dikombinasikan dalam pembuatan biosaka, tentu saja dalam ramuan biosaka akan terdapat kandungan senyawa fitokimia tersebut. Kandungan senyawa fitokimia dalam biosaka terkonfirmasi dengan dari sampel biosaka yang diuji di salah satu laboratorium Liquid Chromatography Mass Spectrofotometry (LCMS).
Tabel 1. Kandungan Senyawa Fitokimia pada Beberapa Tanaman
Manfaat dari kandungan senyawa fitokimia dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Alkaloid : untuk pelindung tanaman dari penyakit, serangan hama, sebagai pengatur perkembangan, dan sebagai basa mineral untuk mengatur keseimbangan ion pada bagian-bagian tanaman.
b. Flavonoid: mengatur pertumbuhan, juga sebagai antioksidan dan antibakteri
c. Terpenoid: hormon pertumbuhan tanaman; antifeedant serangga, anti bakteri
d. Steroid: Meningkatkan laju perpanjangan sel tumbuhan, merangsang pertumbuhan pucuk daun, meningkatkan resistensi terhadap stress lingkungan
e. Tanin: melindungi tumbuhan dari hama dan antibakteri
f. Saponin: antimikroba, menghambat jamur dan melindungi tanaman dari serangan serangga
g. Fenolik: melindung terhadap sinar UV-B dan kematian sel, untuk melindungi DNA dari dimerisasi dan kerusakan
h. Kuinon: berperan dalam repirasi sel dan fotosintesis, antibakteri, antifungi
Karena adanya kandungan senyawa terbut di atas, maka ramuan biosaka dirasakan manfaatnya oleh para petani yang sudah melakukan aplikasi biosaka terhadap tanaman yang dibudidayakannya. Tidak hanya sampai disitu, pada saatnya nanti biosaka juga dapat dirasakan manfaatnya bukan hanya bagi tanaman, tetapi juga bagi kesehatan manusia. Tentu saja dengan perlakukan pembuatan yang berbeda. Dan juga pemilihan tanaman disesuaikan dengan kondisi kesehatan yang dihadapi. Dalam dunia Farmasi, kajian tentang pemanfaatan tanaman sebagai obat herbal sudah lama dilakukan. (Diolah dari berbagai sumber).
Oleh: Dr. Rachmat, S.Si M.Si
(PMHP Ahli Madya, Ditjen Tanaman Pangan)