KEMENTAN DORONG KEDAULATAN BENIH MENUJU KEDAULATAN PANGAN
Jakarta, (30/9), Kementerian Pertanian dorong Kedaulatan Benih menuju Kedaulatan Pangan. Kedaulatan Benih perlu dukungan partisipasi berbagai pihak, mulai petani kecil, penangkar, serta seluruh stake holder insan perbenihan yang didukung dengan inovasi, kreasi, peningkatan SDM serta mekanisasi pertanian yang modern.
“Kedaulatan pangan bisa terwujud, jika kita sudah berdaulat dalam kemandirian benih”, sebut Yudi Sastro, Direktur Perbenihan yang hadir dalam acara Talk Show dengan tema "Kedaulatan Benih khas Nusantara" pada acara Rakernas IV PDIP di Jakarta International Expo(JIEXPO) Kemayoran, Jakarta yang dipandu oleh Ansy Lema, anggota Komisi IV DPR RI .
Lebih lanjut Yudi mengatakan bahwa, “Benih merupakan cikal bakal yang berpengaruh pada peningkatan produktivitas budidaya pertanian. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan pemanfaatan varietas unggul dalam negeri, baik inbrida maupun hibrida/komposit’’.
Sampai dengan saat ini, untuk padi inbrida hampir 96% varietas yang dikembangkan di Indonesia adalah produk dalam negeri, sekitar 6.303 sumber genetic plasma nutfah padi di Indonesia tersimpan di BBPSIP Padi Sukamandi, jika ada petani kecil yang mengalami kesulitan menyimpan plasma nutfah bisa menitipkan ke bank gen, BBPSI Biogen, Bogor dalam jangka panjang, terang Yudi
Lain hal dengan benih hibrida sebagian besar diproduksi oleh produsen multinasional yang sudah maju, misal jagung hibrida termasuk padi hibrida, jika kebutuhan benih di Indonesia sangat banyak, sedangkan kemampuan produksi dalam negeri belum mencukupi untuk menopang produksi dan produktivitasnya, maka kebijakan pemerintah mengiijinkan impor hanya berupa parent seed/tetuanya saja, itupun harus ditandatangani Menteri Pertanian, hingga saat ini tidak diijinkan adanya impor benih, tambah Yudi.
Yudi juga menegaskan regulasi Pemerintah yang memfasilitasi kemudahan untuk varietas hasil pemuliaan petani kecil yang mengacu pada UU No 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan yakni Pasal 29 ayat (2) bahwa Varietas hasil Pemuliaan Petani kecil dalam negeri dilaporkan kepada Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya, dan Pasal 29, ayat (3) bahwa Varietas hasil pemuliaan petani kecil hanya dapat diedarkan secara terbatas dalam satu kabupaten/Kota.
Untuk selanjutnya, Pasal 29 ayat (4), bahwa Setiap orang dilarang mengedarkan varietas hasil pemuliaan dan introduksi yang belum di lepas, artinya secara formal varietas lokal/hasil pemuliaan petani kecil harus didaftar, dilepas baru dikembangkan dan diperbanyak oleh para penangkar sesuai tata cara pelepasan varietas, urai Yudi.
Ketentuan lain terkait Petunjuk teknis terkait persyaratan sertifikasi varietas unggul lokal di atur melalui Keputusan Menteri Pertanian No. 966 tahun 2022 dimana varietas lokal dapat disertifikasi melalui prosedur sertifikasi benih varietas lokal yang dikawal dengan ketat oleh pengawas benih tanaman sesuai aturan, tambah Yudi.
Kementerian Pertanian terus mendorong benih varietas lokal yang sudah beradaptasi dan berkembang luas dengan lingkungan dan iklim di Nusantara untuk dilepas agar dapat dimanfaatkan petani secara luas sebagai varietas publik dengan regulasi sesuai ketentuan. Hal ini guna menjamin dan mendukung petani pelestari benih Nusantara agar dapat berkembang sesuai aturan dan dapat menghentikan ketergantungan petani terhadap benih impor, ungkap Yudi.
Di sisi lain, menurut Masroni, Bendahara Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), menceritakan pengalamannya sebagai Pemulia Petani kecil, bahwa “Beras yg baik didapat dari gabah yang baik, gabah yg baik berawal dari benih yang baik, untuk mendapatkan benih yang baik harus dirakit, ditanam, dikembangkan serta dimuliakan di suatu lokasi yang sama di beberapa lokasi”.
“Yang dilakukan selama ini sejak tahun 2005 hingga saat ini, melakukan demplot Sekolah Lapang (SL) Pemuliaan kecil sebatas lingkup komunitasnya dengan luas lahan rata-rata < 1 ha”, tambah Masroni.
“Dengan bekal pengalaman benih hasil pemuliaan petani kecil yang diedarkan tidak sesuai aturan pemerintah seperti galur IF 16 dan IF 8 (Aceh) yang sempat diproses secara hukum karena belum di lepas, maka dirinya mengaku harus banyak berkoordinasi dan mengikuti regulasi pemerintah yang berlaku saat ini”, kata Masroni.
“Banyak sekali benih lokal Nusantara yang mulai tergusur contoh rojolele, dan perlu terus di pelihara mulai dari konservasi benih lokal sampai inovasi, dirinya sadar akan kelemahan benih lokal, jumlah anakan sedikit, umur dalam, produktivitas rendah, saat ini sudah mengkoleksi sejumlah 114 varietas lokal yang belum dilepas, harapan nantinya dapat di lepas dan dapat dimanfaatkan petani secara luas”, urainya penuh optimis.
Dalam acara yang sama, Otong Wiranta, Ketua Asosiasi Penangkar Benih Tanaman Pangan (Sipetapa Jawa Barat) mengatakan bahwa keberhasilan mengembangkan dan memproduksi benih padi berkualitas berkat Teknologi Climate Smart Agriculture (CSA) atau pertanian cerdas iklim pada budidaya padi bersama para petani di Bekasi, Karawang, Subang dan Indramayu.
“Usaha dibidang benih harus tekun, jujur, dapat membaca peluang dan tantangan, serta kunci keberhasilan tak lepas dari kerjasama petani sekitar, ucap Otong.
Otong berharap, “1) Untuk menciptakan kedaulatan benih, pemerintah daerah mendorong agar varietas lokal segera didaftarkan, 2) untuk penyebarluasan varietas lokal sesuai aturan perlu adanya pelatihan petani penangkar agar benih yg beredar di tingkat petani baik kualitasnya dengan prosedur sertifikasi yang baik dan benar”.
“Dengan demikian kita akan tercipta kedauatan benih, yang nantinya akan tercipta kedaulatan pangan, tutup Otong.
Catur Setiawan dan Retno Setianingsih, PBT