Jl. AUP No. 3 Pasar Minggu,
Jakarta Selatan 12520,
Provinsi DKI Jakarta

(021) 7824 669

ID EN
Logo

Kementerian Pertanian

Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan

7

TANTANGAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DAN PERAN PUPUK BERSUBSIDI

Peningkatan produktivitas padi menjadi salah satu target dalam upaya peningkatan produksi untuk mencapai kemandirian pangan. Pada periode tahun 2019-2021, rata-rata produktivitas padi nasional meningkat 0,06 ton/ha per tahun atau tumbuh sebesar 1,17% per tahun. Kondisi ini tentu diharapkan dapat berlanjut pada tahun 2022 ini sehingga target peningkatan produksi dapat tercapai.

Dalam Musrembangtannas (30/6), Bapak Menteri Pertanian menyatakan bahwa pada tahun 2021 produktivitas padi nasional Indonesia (5,13t/ha) merupakan yang tertinggi kedua di wilayah ASEAN atau hanya berada di bawah Vietnam (5,92t/ha), kondisi ini tentu membanggakan sekaligus menjadi tantangan untuk terus meningkatkan perbaikan dalam hal teknologi budidaya maupun penggunaan input pada usaha tani padi sehingga produktivitas dapat terus meningkat.

Tantangan peningkatan produktivitas padi di Indonesia untuk mengamankan pasokan beras dalam negeri adalah kesenjangan produktivitas yang cukup tinggi terutama antara lahan pertanian di pulau Jawa dengan luar Jawa. Menurut Dirjen Tanaman Pangan (Kementan), Suwandi: “Pada tahun 2021, terdapat 42 kabupaten/kota dengan produktivitas di bawah 3t/ha, 100 kab/kota (3-4t/ha),150 kab/kota (4-5t/ha), 127 kab/kota (5-6t/ha), dan  49 kab/kota (> 6t/ha)”. “Kondisi ini tentu berimbas pada strategi penanganan yang harus spesifik antar lokasi, baik itu rekomendasi teknologi budidaya maupun intervensi bantuan pemerintah” tambahnya.

Capaian produktivitas padi tidak terlepas dari besarnya input sarana produksi (saprodi) yang diberikan ke pertanaman padi. Saprodi mengambil porsi 18% dari struktur ongkos usaha tani padi sawah, dengan 9,43% diantaranya digunakan untuk membeli pupuk, sedangkan pada usaha padi ladang porsi saprodi sebesar 16,94% dengan 8,4% diantaranya untuk pupuk (BPS, 2019). Dengan besarnya kebutuhan pupuk dan biaya yang dikeluarkan petani dalam usaha tani padi tersebut, ditambah lagi dengan tingginya harga pupuk kimia akibat kenaikan harga bahan baku pupuk yang masih harus impor, maka keberadaan pupuk bersubsidi masih sangat dibutuhkan.

Pupuk bersubsidi mempunyai peran penting dalam sektor pertanian. “Peran pupuk bersubsidi bagi petani adalah menyediakan pupuk dengan harga terjangkau sesuai harga eceran tertinggi (HET) diseluruh pelosok tanah air” kata Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (Kementan), Ali Jamil. Selain itu, “kualitas pupuk bersubsidi juga terjaga karena sesuai dengan standar nasional Indonesia (SNI)” tegasnya. Namun, ketersediaan pupuk bersubsidi sangat terbatas, sehingga para petani harus memanfaatkannya secara maksimal di lapangan.

Dampak penggunaan pupuk bersubsidi terhadap peningkatan produktivitas padi sangat terasa terutama pada tahun 2018, dimana alokasi pupuk bersubsidi yang mencapai 9,29 juta ton (tertinggi sejak 2014) dengan biaya mencapai 31,20 Trilyun mampu mengungkit produktivitas padi nasional ke angka 5,18t/ha. Hal ini sejalan dengan laporan Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP, 2020) bahwa peningkatan subsidi pupuk sebesar 14,18% per tahun, akan meningkatkan produktivitas padi nasional sebesar 1,31% per tahun.

Pada tahun 2022, target pupuk bersubsidi yang dialokasikan Pemerintah adalah sebanyak 10.99 juta ton. Sampai dengan bulan Mei 2022, berdasarkan laporan Pupuk Indonesia total penyaluran pupuk bersubsidi secara nasional mencapai 3.48 juta ton atau sekitar 38% dari target alokasi pupuk subsidi tahun 2022. Jenis pupuk yang terbanyak disalurkan adalah Urea, dan NPK, diikuti oleh ZA, dan SP36. Menurut Pupuk Indonesia, tiga provinsi dengan penyaluran pupuk bersubsidi tertinggi adalahprovinsi  Jawa Timur (2,26 juta ton), Jawa Tengah 1,56 jutra ton) dan Jawa Barat (1,24 juta ton).

Penggunaan pupuk secara tepat baik pupuk bersubsidi maupun non subsidi tentu akan berimbas pada hasil yang diterima oleh petani. Isu kelangkaan pupuk akibat harga yang tinggi, kontroversi besarnya anggaran pupuk bersubsidi, kurang tepatnya penyaluran sehingga tidak tepat sasaran dapat mengakibatkan rendahnya produktivitas hasil bertani terutama pada komoditas padi yang akan pula berimbas pada kesejahteraan petani. Dengan tata kelola yang tepat, keberadaan pupuk subsidi tetap dan masih dibutuhkan oleh petani terutama dalam upaya peningkatan produktivitas tanaman, sehingga target peningkatan produksi padi dapat tercapai dan berkesinambungan.

Penulis: Devied Apriyanto Sofyan (PMHP Ahli Muda Direktorat Jenderal Tanaman Pangan)

WhatsApp


Email


Jam Pelayanan

Hari Kerja
08:00 s/d 16:00