AKSELERASI PENGEMBANGAN PADI BIOFORTIFIKASI
Pemerintah mentargetkan penurunan prevalensi stunting 3% pada Tahun 2022 melalui konvergensi intervensi spesifik dan sensitive yang tepat sasaran. Sasaran ini dapat dicapai jika dan hanya jika (if and only if) didukung data sasaran yang akurat, terukur, dan terintegrasi agar terhindar dari duplikasi, salah sasaran, sehingga menimbulkan pemborosan tenaga, waktu dan biaya. Tahun 2018 angka prevalensi stunting sebesar 30,8%, pemerintah mentargetkan angka prevalesi pada Tahun 2022 menjadi 24,4%. Berdasarkan data tersebut, rerata kinerja laju penurunan prevalensi stunting hanya 1,6 per tahun. Pertanyaan mendasarnya, bagaimana akselerasi penurunan angka prevalensi stunting agar mencapai target yang ditetapkan pemerintah atau bahkan melampaui secara signifikan? Akeselerasi pengembangan padi biofortifikasi merupakan pilihan idealnya.
Mengapa Padi Biofortifikasi
Paling tidak ada tiga argument mendasarnya, mengapa pengembangan padi biofortifikasi menjadi pilihan utama: (a) hampir semua penduduk mengkonsumsi nasi (b) padi biofortifikasi mudah dibudidayakan di seluruh tanah air (c) harganya terjangkau (d) bisa dimasukkan skema bantuan pangan non tunai baik ke aparatur sipil negara maupun ke warga prasejahtera. Jika diasumsikan 90% rakyat Indonesia mengkonsumsi beras, maka penyediaan beras dari padi biofortifikasi secara langsung akan mereduksi angka prevalensi stunting di lapangan, tanpa takut datanya akurat atau tidak, karena beras menjadi built in dalam daily life masyarakat Indonesia. Mudahnya padi biofortifikasi dibudidayakan secara insitu menyebabkan beras biofortifikasi tersedia in situ. Artinya tidak memerlukan biaya angkut antar pulau dari sentra produksi ke lokasi yang membutuhkan. Secara ekonomi juga sangat menguntungkan, karena perekonomian setempat dapat tumbuh dan berkembang melalui pengembangan padi biofortifikasi. Harganya terjangkau, artinya jika beras biofortifikasi tersedia in situ, maka rakyat lebih mudah digerakkan melalui sosialisasi yang massif, terstruktur dan sistemik. Harga menjadi factor determinan, karena kita tahu akibat pandemic, daya beli masyarakat menurun. Program penurunan prevalensi stunting yang tidak memerlukan additional cost (biaya tambahan) menjadikan program ini lebih mudah penetrasinya di lapangan. Selanjutnya karena beras merupakan kebutuhan pokok yang paling utama, maka pemerintah lebih mudah mengalokasikan, merelokasi program program bantuan masyarakat langsung ke program penyediaan beras biofortifikasi. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana penyediaan beras biofortifikasi yang volumenya banyak, cepat dan effisien?
Penyediaan Beras Biofortifikasi
Paling tidak diperlukan dua prasyarat agar beras biofortifikasi tersedia dalam jumlah banyak, waktunya singkat dan biayanya murah: (a) diperlukan ketersediaan benih bersertifikat yang memadai, (b) jaminan pembelian dengan harga yang baik oleh pemerintah. Melalui intervensi massif, pemerintah dapat menggerakkan semua penangkar dan balai benih memprioritaskan produksi benih biofortifikasi, sehingga secara simultan akan tersedia di seluruh tanah air, tanpa melakukan relokasi. Benih menjadi kunci utama agar produksi padi biofortifikasi tinggi produktivitas dan mutunya. Hasil produksi benih dibeli pemerintah dan diserahkan kepada petani untuk dibudidayakan. Pendekatan ini selesai paling lambat dalam enam bulan. Selanjutnya petani akan secara massif mengembangkan di lapangan. Selanjutnya hasil panen padi biofortifikasi dibeli oleh pemerintah melalui BUMN atau juga dapat dibeli langsung oleh masyarakat via bantuan pangan non tunai, bansos pangan, dan skema bantuan pangan lainnya.
Jika harga beras biofortifikasi menguntungkan, maka petani akan langsung proaktif tanpa harus diperintah. Last but not least, lembaga penelitian dan perguruan tinggi perlu terus didorong untuk mengembangkan benih padi biofortifikasi yang produktivitasnya tinggi, berasnya pulen atau enak dengan bentuk yang disukai konsumen. Sangat sederhana dan operasional, jika pemerintah bersungguh-sungguh ingin menyelesaikan stunting dalam waktu tidak lama. Investasi penurunan stunting secara signifikan ini menjadi modal fundamental bagi Indonesia untuk memperbaiki mutu generasi mudanya merespon kompetisi global yang semakin terbuka dan tidak bisa dibendung lagi. Pertanyaannya, apakah Indonsia ingin menjadi pemenang ataukanh pecundang, pilihan itu ada pada kita semua, dan kita tahu jawabannya.
Oleh: Marwanti (PMPH Ahli Muda, Ditjen Tanaman Pangan)