Jl. AUP No. 3 Pasar Minggu,
Jakarta Selatan 12520,
Provinsi DKI Jakarta

(021) 7824 669

ID EN
Logo

Kementerian Pertanian

Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan

7

Pemanfaatan Trichoderma sp dalam Pengendalian Penyakit Pasca Panen untuk Memperpanjang Masa Simpan Poduk

Penyakit pada produk pasca panen memberi kontribusi kehilangan hasil yang signifikan pada produk tanaman pangan (Silva et al, 2004). Sistem transportasi dan penyimpanan yang kurang mendukung menyebabkan meningkatnya penyakit pada produk pasca panen. Selama ini, penggunaan fungisida kimia telah umum digunakan untuk mengendalikan penyakit pada produk pasca panen. Seiring waktu, penggunaan fungisida kimia menimbulkan masalah baru diantaranya timbulnya resistensi organisme pengganggu tumbuhan (OPT) terhadap fungisida kimia, kerusakan lingkungan, dan masalah kesehatan bagi manusia (González-Estrada, R. et al., 2018). 

Adanya tekanan dalam skala internasional untuk mengurangi penggunaan fungisida pada produk pasca panen mendorong peneliti untuk mencari alternatif lain dalam pengendalian penyakit pasca panen. Alternatif yang telah dilakukan antara lain dengan menggunakan perlakuan fisik seperti perlakuan panas, penggunaan minyak esensial, pelapisan permukaan produk dengan lapisan yang bisa dimakan (edible coating), serta dengan menggunakan biopestisida (González-Estrada, R. et al., 2018). Penggunaan biopestisida menjadi alternatif yang sangat menjanjikan karena selain dapat mengendalikan OPT, penggunaan biopestisida bermanfaat bagi keseimbangan agroekosistem, serta tidak meracuni hasil panen dan manusia (Dania, 2019).

Trichoderma sp telah cukup dikenal sebagai agens pengendali hayati (APH) di lahan pertanian terutama sebagai biocontrol penyakit penting tular tanah dan tular udara (Ubalua dan Oti, 2007; Benítez et al, 2004). Selain penggunaannya di lapangan, beberapa artikel telah melaporkan bahwa Trichoderma sp. mampu mengendalikan penyakit pada produk-produk pasca panen. Penelitian yang telah dilakukan antara lain pengaplikasian Trichoderma sp pada buah-buahan seperti: pepaya, strawberi, tomat, apel, pir, mangga, dan pisang (González-Estrada, R. et al., 2018). Selain itu terdapat laporan penelitian mengenai penggunaan Trichoderma sp pada produk pasca panen tanaman pangan seperti pada ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam), tuber porang (Amorphophallus muelleri Blume), dan ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) (Dania, 2019; Ubalua & Oti, 2007; Paul et al, 2021; Fajarini et al, 2020). Kemampuan Trichoderma sp dalam mengendalikan penyakit pada produk pasca panen dapat ditingkatkan dengan melakukan kombinasi pengendalian. Kombinasi pengendalian tersebut antara lain penggunaan substansi GRAS (Generally Recognized as Safe; yang umum diketahui aman), chitosan, metode fisik, dll (González-Estrada, R. et al., 2018).

Kemampuan Trichoderma sp dalam pengendalian penyakit pada tumbuhan dikarenakan cendawan ini memiliki beberapa mekanime aksi (mechanism of action). Mekanisme aksi tersebut antara lain: kompetisi, antibiosis, parasitisme, sekresi enzim, dan membantu induksi kekebalan tanaman (Dania, 2019; González-Estrada, R. et al., 2018; Benítez et al, 2004). Mekanisme aksi tersebut telah dirangkum sebagai berikut.

a. Kompetisi

Trichoderma sp telah diketahui secara luas memiliki kemampuan dalam menguasai ruang relatif lebih cepat dibandingkan dengan kompetitor lainnya. Dengan menguasai ruang, artinya dapat menguasai nutrisi lebih banyak daripada organisme pesaingnya (Benítez et al, 2004). 

b. Mycoparasitisme

Trichoderma sp memiliki kemampuan untuk memparasit penyakit pada tanaman, umumnya dengan melibatkan senyawa enzim (selulase, lipase, chitinase, glucanase, dan protease). Sistem kerja parasitisme Trichoderma sp meliputi hifa yang menempel pada inang (penyakit tanaman), lalu melukai inang, dan seringkali melakukan penetrasi yang diakhiri dengan melemahnya inang pada akhir fase parasitasi. Hal ini ditandai dengan hancurnya dinding sel pada inang (Benítez et al, 2004).

c. Antibiosis

Antibiosis adalah terhambatnya perkembangan penyakit tanaman karena adanya produk metabolit dan senyawa toksik yang menyebabkan terganggunya proses perkembangan dan diferensiasi pada penyakit tanaman. Beberapa peneliti menyinggung bahwa mekanisme aksi ini sebaiknya tidak dijadikan mekanisme aksi yang utama, karena adanya resiko kemunculan penyakit tanaman yang resisten terhadap cara kerja antibiotic (González-Estrada, R. et al., 2018).

d. Sekresi enzim

Trichoderma sp memproduksi senyawa chitinase dan/atau glucanase yang dapat menurunkan stabilitas dan integritas dari dinding sel penyakit tanaman (Benítez et al, 2004; González-Estrada, R. et al., 2018).

e. Produksi senyawa inhibitor

Terdapat tiga senyawa inhibitor diproduksi oleh Trichoderma sp yang dapat menginduksi sistem kekebalan pada tanaman. Sistem kekebalan yang terbentuk ini dapat digunakan tanaman untuk mempertahankan dirinya dari serangan berbagai macam penyakit baik dari golongan fungi, bakteri, maupun virus. Tiga senyawa inhibitor yang telah diketahui antara lain protein-protein dengan fungsi enzimatis, protein homolog yang mengkode avirulen (Avr), dan oligosakarida (González-Estrada, R. et al., 2018).

Penggunaan Trichoderma sp sebagai APH tidak hanya dapat digunakan pada saat di pertanaman, namun juga dapat diaplikasikan pada produk pasca panen untuk memperpanjang masa simpan produk dimaksud. Pemanfaatan mekanisme aksi dari Trichoderma sp itu sendiri menjadi hal yang patut dikembangkan lebih lanjut untuk menunjang peningkatan kualitas pemeliharaan produk pasca panen.


Sumber:

Benítez T, Rincón AM, Limón MC, Codón AC. Biocontrol mechanisms of Trichoderma strains. Int Microbiol. 2004 Dec;7(4):249-60. PMID: 15666245.

Dania, V. O. (2019). Bioefficacy of Trichoderma species against important fungal pathogens causing post-harvest rot in sweet potato (Ipomoea batatas (L.) Lam): Bioefficacy of Trichoderma metabolites of sweetpotato. Journal of the Bangladesh Agricultural University, 17(4), 446–453. Retrieved from https://www.banglajol.info/index.php/JBAU/article/view/44604

Fajarini, N.N., Azrianingsih, R., & Suharjono, S. (2020). The Potency of Trichoderma sp. as A Biocontrol Agent against Fusarium sp. Pathogen of Porang (Amorphophallus muelleri Blume) Tuber. Journal of Tropical Life Science, 10, 35-42.

González-Estrada, R. et al., 2018, 'A Review Study on the Postharvest Decay Control of Fruit by Trichoderma', in M. M.  Shah, U. Sharif, T. R.  Buhari (eds.), Trichoderma - The Most Widely Used Fungicide, IntechOpen, London. 10.5772/intechopen.82784.

Paul NC, Park S, Liu H, Lee JG, Han GH, Kim H, Sang H. Fungi Associated with Postharvest Diseases of Sweet Potato Storage Roots and In Vitro Antagonistic Assay of Trichoderma harzianum against the Diseases. J Fungi (Basel). 2021 Oct 31;7(11):927. doi: 10.3390/jof7110927. PMID: 34829216; PMCID: PMC8625119.

Silva RN, Monteiro VN, Steindorff AS, Gomes EV, Noronha EF, Ulhoa CJ. Trichoderma/pathogen/plant interaction in pre-harvest food security. Fungal Biol. 2019 Aug;123(8):565-583. doi: 10.1016/j.funbio.2019.06.010. Epub 2019 Jun 29. PMID: 31345411.

Ubalua, Alfred & Oti, E.. (2010). Antagonistic properties of Trichoderma viride on post harvest cassava root rot pathogens. African Journal of Biotechnology (ISSN: 1684-5315) Vol 6 Num 21. 6.

Disadur oleh: Risky Arinda Surya, S.Si.

WhatsApp


Email


Jam Pelayanan

Hari Kerja
08:00 s/d 16:00